Fear Approach dalam Religi

Fear approach, itu yang pertama kali terlintas saat ngobrol seru di coffee shop bareng teman tadi malam. Kita lagi membahas bagaimana orang2 disekitar, entah teman, keluarga atau malah para kyai yang senang sekali memberikan gambaran neraka atau hukuman yang akan kita dapatkan di neraka ketika tidak mematuhi perintah NYA.

ok, sebelum lanjut mungkin saya “definisikan” dulu Fear Approach yang dimaksud disini. Definisi yang terkait dengan pemasaran antara lain ;

fear appeal
advertising that attempts to create anxiety in the consumer on the basis of fear, so that the consumer is encouraged to resolve this fear by purchasing the product or service. For example, an advertisement may use people’s fear of offending or of rejection to influence them to purchase personal products such as mouthwash or deodorant. Another example of fear appeal is an advertisement for fire insurance that pictures a family devastated by the fire that has destroyed their home.

Kurang lebih adalah pendekatan yang digunakan untuk menciptakan rasa cemas/takut dibenak konsumen dengan harapan konsumen tergerak untuk mengatasi rasa takutnya tersebut dengan membeli produk atau jasa yang ditawarkan. Salah satu contoh produk/jasa yang menggunakan pendekatan ini adalah produk asuransi. Asuransi tidak hanya menjual produk asuransinya itu sendiri melainkan rasa aman, nah bagaimana agar rasa aman itu dibeli orang? ya ciptakan rasa takut.

Ya ini lah yang langsung keluar dari mulut saya ketika ngobrol tadi, awalnya teman saya bercerita tentang bagaimana kakaknya mencoba untuk membujuk dia mengenakan jilbab. sang kakak membuat notes difacebook tentang bagaimana hukuman seorang perempuan di neraka bila dia tidak mengenakan jilbab. Digambarkan si perempuan digantung dengan kepala terbalik, rambutnya ditarik sampai kesakitan dan bla bla bla…

Belum lagi kyai yang suka bercerita tentang hukuman2 menyeramkan yang akan diterima bila kita tidak mematuhi syariat agama seperti menutup aurat dan lain sebagainya. Apa yang terjadi ? bukannya semakin tertarik untuk mengikuti anjuran agama tadi yang ada kami menjadi antipati dengan sang kyai. Disini fear approach tadi tidak berhasil tertanam dibenak kami.

Tapi bagaimana dengan orang lain? kenapa orang2 tadi tetap menggunakan pendekatan tersebut? mungkiiiinnn…. hal itu efektif untuk sebagian orang, dengan membayangkan apa yang akan dialami nanti dineraka, mungkin sebagian orang akhirnya mengikuti anjuran sang kyai.

Tapi buat saya dan teman saya jelas pendekatan itu tidak menarik sama sekali, yang kami permasalahkan disini bukan anjuran atau syariatnya tapi lebih kepada cara/pendekatan untuk mematuhi syariat tersebut yang sama sekali tidak menarik.

Dengan segala hormat, kami pun mengerti Tuhan Maha Penyayang kepada semua umat NYA. Dan pendekatan yang lebih logis serta penuh kasih sayang terbukti lebih nyaman untuk didengarkan.
Alangkah indahnya bila agama beserta syariatnya dijelaskan dengan cara yang lebih “baik”. Misalnya menjelaskan latar belakang diturunkannya perintah Shalat atau perintah menutup aurat, bisa juga dikaitkan dengan aspek2 lain yang relevan dengan kehidupan sehari – hari seperti aspek sosial, aspek psikologis dsb. Untuk saya pribadi, pendekatan itu jauh lebih mengena dan menstimulasi otak saya untuk berpikir daripada membangkitkan rasa takut akan hukuman neraka.

Yah itu pendapat pribadi sih, tidak ada hubungannya dengan salah atau benar, itu cuma apa yang saya rasakan ketika mendengar “ancaman – ancaman hukuman neraka” dari para kyai yang sering menyampaikan dengan berapi – api.